Jumat, 17 Februari 2012

ARTI SAHABAT

Sahabat, demikian saya menamai seseorang yang bersekutu dengan kita. Sahabat adalah anugerah, yang mau menjadi pendengar ketika kita bicara, yang dapat menasihati ketika kita alpha, yang menyemangati ketika kita lemah atau putus asa, yang rela membantu ketika kita dalam kesulitan, dan yang bisa menghibur ketika  lara. Saat yang lain tidak punya banyak waktu, sahabatlah yang menyediakan dirinya ketika kita ingin bertukar pikiran atau meminta pertimbangan.
Sahabat juga amanah, yang harus kita jaga perasaannya, yang harus kita atur interaksinya, dan yang harus kita pertahankan kelestariannya. Karena interaksi persahabatan ada kalanya tidak seperti yang kita harapkan. Bahasa, baik secara verbal mapun gesture berpotensi untuk mencederai persahabatan. Kadang menurut kita benar namun baginya hati telah tersakiti.
Apa yang kita pikirkan dan yang kita harapkan dari para sahabat harus ditanam juga di dalam diri sehingga kita pun dapat menjadi sahabat bagi orang lain. Ibarat simbiosis mutualisme, tidak ada tendensi untuk “memanfaatkannya” karena persahabatan terjadi atas  dasar ikhlas. Seorang sahabat dapat melakukan “psikoterapi” baik dengan sengaja maupun tanpa sengaja atas “penderitaan” orang lain melalui motivasi, sugesti, nasihat, hiburan, atau hal lain dengan berbagai metode.
Hari ini saya berpikir tentang  seorang sahabat.  Sahabat yang memiliki kelembutan hati, penyayang, penuh empati, “good listener”, dan berani memberikan umpan balik sebagai koreksi dan evaluasi. Khususnya untuk topik-topik tertentu yang hanya padanya saya mendapatkan pencerahan. Fungsi sahabat tidak hanya membuat senang, dia terkadang membuat saya menangis. Menangisi kekonyolan dan kefatalan perbuatan serta kata-kata. Saya merasa sangat bersyukur memiliki sahabat seperti dia.
Saya selalu belajar dari sahabat saya tersebut meski dalam momen yang singkat sekalipun. Banyak hikmah saya peroleh dari intrik-intrik kosa kata yang terlontar dan mengimbas lebih banyak kepada saya, seperti sinar yang ditembakkan ke sisi cermin cembung dan menghasilkan sudut pembiasan lebih besar. Dalam proses pembelajaran tersebut, saya sampaikan pernyataan yang benar dan saya sampaikan pula pernyataan yang salah untuk memetik buah pikiran yang mungkin dalam “persembunyian”. Dari situlah saya dapatkan pelajaran tentang hidup dan kehidupan: tentang pentingnya harapan, kebenaran, kejujuran, ketaatan, komitmen, kepatuhan, kesetiaan, konsistensi, keberanian, etika, bahkan tentang bahasa.

1 komentar: